Inilah kisah nyata, gabungan antara petualangan “gila” dua sahabat yang amat mendebarkan dan menguras air mata haru….
Coba pembaca bayangkan, pada saat dua sahabat karib (Joe Simpson dan
Simon Yates) berhasil mendaki sebuah puncak gunung es yang menjulang
tinggi dan ganas, namun tiba-tiba keduanya kecelakaan: terperosok,
tergantung di atas jurang maut hanya dengan dua kemungkinan yang sulit: bila tali dipotong maka salah satunya selamat atau bila dibiarkan maka keduanya akan tewas bersama.
Joe dan Simon adalah pendaki muda handal dan pemberani yang mencoba menaklukkan dinding barat Siula Grande
yang dipenuhi selubung es maha-dingin di pedalaman Pegunungan Andes
(Peru) yang masih perawan. Berhari-hari yang penuh perjuangan dan derita
mereka akhirnya berhasil mencapai puncak yang setinggi 6.300 meter.
Sebagai pendaki sejati mereka puas meskipun lelah mendera, lapar dan
diintai bencana longsoran es di tebing yang rata-rata tegaknya 40
derajat itu. Gunung es yang menjulang raksasa itu penuh ceruk dan jurang
yang sewaktu waktu bisa longsor.
Ketika detik2 awal turun kembali, bencana lalu menimpa mereka.
Pertama, Joe terpelanting dan salahsatu kakinya patah! Sesuatu yang
“jelas” sudah terjadi dalam wisata kematian pendakian puncak berbahaya
ini: pemuda itu sudah tidak mungkin melanjutkan perjalanan yang berarti
akan mati kesepian di jurang es yang amat luas itu.
Kaki patah dalam pendakian gunung tinggi dengan permukaan es merupakan malapetaka yang lebih buruk dari kematian.
“Kau celaka, sobat.”
Namun, kawannya, Simon, memberinya harapan (meskipun dia sadar itu
mustahil) akan membantunya menuruni tebing terjal yang jaraknya berhari-hari perjalanan itu.
Maka mulailah mereka menuruni tebing es, Simon bekerja keras
menggunakan alat bantu seperti tali, pancang es, cincin-kait dan kapak
pemecah es. Sementara Joe yang sudah lumpuh hanya bisa memandang dengan
rasa sakit yang amat sangat.
Dan pembaca, Terjadilah tragedi yang bersejarah itu.
Ketika berusaha menuruni tebing dalam ikatan tali pengaman di pinggang,
tiba-tiba gemuruh es melontarkan dua manusia itu dalam kondisi
tergantung di atas mulut jurang yang sangat dalam.
Simon yang kondisinya masih kuat, kini menghadapi dilema mengerikan:
memotong tali yang menahan tubuh sahabatnya Joe atau dia akan tewas
kesepian bersama sahabatnya itu. Simon dengan mengikuti instingnya,
dengan hati yang pedih dan air mata ngeri namun teguh, memilih memotong tali.
Maka Joe pun terjun bebas dan hilang dalam mulut jurang yang sunyi.
Simon selamat dan Joe lenyap menjadi fosil abadi bersama salju padat
Siula Grande.
Berhari-hari kemudian, akhirnya Simon berhasil mencapai kemah induk dengan sangat kelehan dan dihantui perasaan bersalah,
“aku sudah membunuh sahabatku.” Dia memandang puncak dinding es yang
jauh dan menjulang itu untuk terakhir kalinya… Sambil mengingat sekilas
masa-masa indah persahabatan mereka. Masa yang tidak akan pernah
kembali.
Kemudian Inilah yang terjadi.
Pada suatu pagi buta, Simon terbangun karena mendengar sebuah teriakan
manusia dari tempat yang tak terlalu jauh. Penasaran dia mendatangi
sumber suara tersebut.
dan menemukan Joe tergeletak dengan salahsatu kaki yang remuk tak jauh dari kemah induk. Joe ternyata masih hidup. Ajaib.
Rupanya pada saat jatuh di jurang Joe selamat meskipun dengan kaki yang tambah hancur. Semangat dan harapan
untuk bisa hiduplah yang membuat dia mampu bertahan, merangkak,
pelan-pelan, berhari-hari lamanya, menahan sakit dan pasrah bila memang
akan mati.
Dia tidak patah semangat. Nyalakan harapan. Bila Harapan padam maka hidup sudah usai.
Mereka lalu turun ke daratan menuju kota yang jaraknya masih
berhari-hari perjalanan. Bahu membahu dan saling mendukung. Meskipun
sadar dirinya masuk jurang karena keputusan sulit si Simon, Joe sama
sekali tidak marah bahkan mengatakan keputusan sobatnya itu sudah tepat.
Dia sadar bahwa dalam situasi yang paling genting, keputusan harus
tetap diambil. Orang harus percaya pada instingnya. Karena itulah
keputusan yang paling alami di dunia.
Akhirnya, mereka pulih dan kembali ke kehidupan biasa. Kisahnyapun di
tulis dalam bentuk novel oleh Joe Simpson dengan judul asli Touching The Void, yang dalam versi bahasa Indonesia berjudul Menyentuh Yang Niskala,
sebuah kisah bertahan hidup di gunung es yang melegenda. Mereka
menolak tawaran industri film Hollywood untuk menfilmkan kisah ini,
padahal film itu akan dibintangi oleh aktor kawakan Tom Cruise dengan
nilai investasi jutaan US dolar.
“Jika kisah ini dibuat film maka akan jadi sampah seperti umumnya
film-film bikinan Hollywood.” demikian kata Joe. Akhirnya hak siar kisah
ini dijual kepada Kevin MacDonald untuk film dokumenter.
Merekapun tetap mendaki gunung dan menjadi motivator…
Kisah Persahabatan dan Petualangan yang Paling Mengerikan di Dunia
Diposting oleh DWI AFIN ROMANSAH
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar